jeudi 28 mai 2009

kalau saya boleh merangkum perjalanan ini dalam sekian halaman... (part 6)

Ada yang pernah bilang pada saya bahwa manusia memang sudah dari sananya tidak pernah puas. Begitu juga saya, walaupun saya belakangan sadar kalau kadar 'ketidakpuasan' saya memang terlalu tinggi. Banyak sekali hal yang saya keluhkan, bahkan saya menempel daftar keluhan saya di dinding kamar saya. Saya punya terlalu banyak waktu luang, dan saya sangat amat bosan. Kota saya terlalu kecil, tidak seperti Jakarta, dan saya tidak bisa menemukan sesuatu yang menarik disini. Saya tidak nyaman dengan teman-teman saya, dan saya tidak mau orang lain menganggap saya bagian dari kelompok mereka, karena saya tahu orang lain banyak menganggap mereka kelompok “aneh” yang selalu berpakaian hitam. Saya tidak suka jurusan saya, saya ingin pindah ke jurusan yang lebih “berarti” buat saya, jurusan IPA. Saya tidak bisa bicara banyak dengan keluarga angkat saya, karena seperti yang saya bilang, kami berbeda. Berat badan saya naik drastis, namun saya tidak bisa berhenti makan. Emosi saya semakin labil. Hubungan saya dengan pacar saya semakin tidak jelas. Saya kesepian. Saya iri pada teman-teman saya yang ada di Amerika dan Jakarta yang nampaknya bahagia selalu.

Semua keluhan saya tersebut kembali membawa saya kepada keresahan, ketakutan, dan kebingungan saya dahulu. Apa yang sebenarnya saya lakukan disini? Mengapa yang saya alami sekarang tidak seindah apa yang teman-teman saya ceritakan dulu? Mengapa teman-teman saya yang lain bisa terlihat begitu bahagia di foto-foto facebooknya? Mengapa saya ada di Perancis? Mengapa saya tidak bisa ke Amerika dan menikmati masa-masa SMA seperti yang saya lihat di film-film? Dan masih banyak keluhan serta keirian yang timbul di benak saya.

Akhirnya saya sadar, saya kesepian, dan saya ingin kembali populer. Saya bukannya ingin jadi bintang sekolah atau gadis populer seperti di sinetron remaja, saya hanya ingin kembali mempunyai kehidupan sosial seperti saat saya di Jakarta dulu. Saya ingin dikelilingi orang-orang yang bukan termasuk golongan “aneh”, bukan karena malu bersama mereka, namun karena kami 'berbeda'. Saya ingin punya teman-teman yang menyenangkan dan bisa diajak bersenang-senang. Saya ingin dikenal dan disapa orang. Saya butuh teman. Teman saya di Norwegia, Ajay namanya, menyarankan untuk tampil lebih modis dan memberanikan diri untuk mendekati orang-orang yang ingin saya jadikan teman. Ya, saya harus kembali menelan perasaan rendah diri saya dan mulai berusaha. Saat itu saya mulai sadar, keberadaan saya disini tidak akan menghasilkan apa-apa kalau saya tidak mau berusaha untuk hidup bahagia, dan saya harus mulai dari diri saya sendiri.

Saya tidak lagi mengharapkan orang lain tersenyum dan menyapa saya di koridor, melainkan saya yang menyapa orang lain terlebih dahulu. Saya memberanikan diri untuk bergabung dengan teman-teman baru. Saya berusaha untuk berpenampilan lebih menarik. Saya berusaha untuk lebih belajar bahasa Perancis. Singkat cerita, akhirnya saya menemukan teman-teman yang saya inginkan, yang bisa saya ajak tertawa bersama, mengobrol bersama, dan banyak hal lainnya. Namun yang paling penting adalah, dalam proses pencarian orang lain itu, saya menemukan diri saya sendiri, Adelia yang sudah lama hilang tenggelam dalam ketakutannya yang absurd. Ya, Adelia yang dulu kini muncul lagi! Adelia yang selalu tersenyum pada semua orang, yang ceria, yang memakai pakaian warna-warni dan bernyanyi sendiri. Dan satu hal lagi, saya tahu bahwa saya bisa melakukan banyak hal kalau saya mau percaya pada diri saya sendiri.

Tahapan pertama saya berakhir dengan cukup menyenangkan. Saya lalu kembali menjalani hidup seperti biasa. Saya mulai menikmati hidup, namun tetap tidak berhenti mengeluh. Entah apa yang ada di pikiran saya, namun saat itu saya terlalu iri pada semua teman-teman saya. Saya masih belum berhenti menjadi turis.

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire