dimanche 24 mai 2009

kalau saya boleh merangkum perjalanan ini dalam sekian halaman.. (part 3)

Keluarga saya begitu bersemangat menyiapkan keberangkatan saya, sementara saya masih datar-datar saja. Kakek saya sampai bertanya, “Sebenernya kamu mau mau pergi apa ngga sih? Ngga gampang lho buat nyiapin keberangkatan kamu ini. Keliatannya kamu biasa-biasa aja, malah kayak males-malesan.” Blek. Saya saat itu hanya bisa berkata iya, toh tidak mungkin saya menceritakan kegundahan saya pada kakek saya, saya tidak mau membuat beliau sedih atau ikut bingung bersama saya karena kakek saya adalah orang yang paling mendukung saya selama ini. Saya tahu, keluarga saya sudah berbuat banyak untuk kepergian saya. Saya tahu seharusnya saya tidak perlu ragu, karena ada ratusan anak di luar sana yang menginginkan tempat saya sekarang. Saya tahu seharusnya saya merasa sangat beruntung. Saya tahu harusnya saya sangat bersemangat seperti teman-teman saya yang lain. Sebagian diri saya sangat ingin pergi melihat dunia dan mengalami kehidupan baru, namun sebagian diri saya yang lain masih berenang dalam kebingungan dan ketakutan.

Ya, takut, mungkin sebenarnya itu yang saya rasakan. Panggil saya pengecut, saya tidak akan marah. Saya takut menghadapi kemungkinan yang ada. Saya takut harus memulai suatu kehidupan dari awal, dimana saya tidak punya teman sama sekali yang bisa membantu saya. Saya takut teman-teman saya di Jakarta akan melupakan saya. Saya takut pacar saya akan memutuskan hubungan kami karena masalah jarak dan waktu yang terlalu jauh dan lama, saya takut kehilangan semua yang telah saya jalani bersama dia selama ini. Saya takut kalau ternyata kepergian ini adalah keputusan yang salah. Saya takut pada banyak hal dan saya tidak tahu apapun yang akan terjadi nantinya saat saya tidak ada di Jakarta lagi.

Satu hal yang saya tahu pasti, siap atau tidak siap, mau atau tidak mau, dan setakut apapun saya, saya harus berangkat. Tiket pesawat sudah dipesan, saya sudah cuti dari SMA Negeri 8, visa sudah di tangan, dan saya tidak mau mengecewakan orang-orang yang sudah mendukung saya selama ini.

9 September 2008, saya berangkat. Tentu saja saya menangis. Handphone saya tidak boleh dibawa.

1 commentaire: