Kisah ini bermula bukan di Bandara Soekarno Hatta di saat saya memasuki pesawat menuju Kuala Lumpur, ataupun di saat saya pertama kali menginjakkan kaki di Aeroport Charles de Gaulle Paris, namun jauh sebelum itu, sekitar satu setengah tahun sebelumnya, disebuah ruangan kelas XD SMA Negeri 8 Jakarta.
Hari itu beberapa kakak kelas datang ke kelas saya. Saya ingat, saat itu ada kak Amri dan kak Pamung dan mungkin ada kakak yang lain namun saya lupa siapa, yang masuk ke kelas saya,mempromosikan sebuah program yang telah mereka jalani, bersama sebuah organisasi bernama AFS dan Bina Antar Budaya. Mereka memperkenalkan diri dalam berbagai bahasa asing; bahasa Jerman, Inggris yang sangat lancar, dan Perancis. Terus terang saya terpesona, dan sepertinya mereka sangat bangga dan bahagia dengan apa yang telah mereka dapatkan setahun lalu di luar negeri. Saya ingin seperti mereka, dan walaupun saat itu saya belum tahu motivasi saya selain untuk 'coba-coba-siapa-tahu-dapat', saya memutuskan untuk mendaftarkan diri di seleksi chapter Jakarta. Saya pergi ke Jalan Teuku Umar, dan mengambil formulir bersama teman-teman saya. Pacar saya saat itu sempat marah karena saya tidak memberitahu dia kalau saya mau ikut program seperti ini.
Akhirnya pada suatu hari minggu saya datang ke STBA LIA Pangadegan untuk seleksi pertama, Bahasa Inggris dan Wawasan Umum. Disana ternyata ada banyak sekali murid-murid dari seantero Jakarta, dan saya tahu peluang saya kecil untuk diterima kalau saingan saya banyak sekali, apalagi banyak wajah-wajah jenius yang saya lihat disana. Disaat orang-orang lain sibuk membaca koran bahkan RPUL untuk mempersiapkan diri mengikuti tes, saya malah sibuk mondar-mandir menyapa teman-teman lama yang saya jumpai disana. Saat tes berlangsung, saya bingung. Tes bahasa inggris terbilang membingungkan, tapi saya cukup senang karena ada bagian membuat essay karena saya suka menulis, dan akhirnya hasil essay saya sepertinya mirip dengan buku harian, panjang, namun saya lupa apa yang saya tuliskan dulu. Tes pengetahuan umum saya terbilang kacau, ternyata saya tidak tahu banyak hal! Mana saya tahu lagu Nidji yang jadi soundtrack Heroes di Asia, saya saja belum pernah menonton Heroes saat itu. Parahnya lagi, saya bahkan tidak tahu kalau Sekjen PBB sudah bukan Kofi Annan lagi melainkan orang Korea yang saya tidak tahu siapa namanya sampai sekarang. Tapi Tuhan sayang saya, karena saya lulus seleksi itu.
Saya lalu mengikuti seleksi-seleksi selanjutnya. Disekitar saya selalu ada orang-orang berpenampilan prestigius atau berwajah jenius, namun semua itu bukan masalah, karena saya saat itu bukanlah seorang yang ambisius. Namun sejatinya saat itu saya cukup rendah diri, karena orang-orang disekitar saya sepertinya mudah bersosialisasi, sementara saya terlalu pemalu untuk memulai percakapan dengan orang baru, mereka semua terlihat 'hebat' di mata saya. Saya tahu, pasti di formulir mereka tertulis banyak prestasi akademik maupun non-akademik, tidak seperti formulir aplikasi saya yang saat mengisinya saja saya bingung mau menulis apa. Saya cuma murid biasa yang dikelilingi murid-murid unggulan di sekolah saya yang unggulan pula. Tapi sekali lagi, ah tidak, berkali-kali lebih tepatnya, Tuhan sayang saya, karena saya lulus seleksi-seleksi tersebut.
Bulan puasa 2007, saya diberitahu kalau saya lulus tahap nasional. Saya senang, tapi saat itu saya belum sadar kalau apa yang saya dapatkan saat itu adalah sesuatu yang 'besar'. Saya lalu bertemu teman-teman yang lainnya di kantor Limau, saya masih rendah diri dan pemalu, saya sepertinya hanya bicara pada teman-teman yang sudah saya kenal saat itu, yang berasal dari sekolah saya; Tony, Nana, Ajay, dan Laudy. Anak-anak yang lain entah mengapa, terlihat begitu 'wah' dimata saya.
Ketika ditanya negara mana yang saya inginkan, yang terlontar pertama kali dari mulut saya adalah: “Amerika!” Ya, Amerika. Saya ingin sekali ke Amerika. Amerika adalah impian saya, mungkin saya terlalu banyak menonton film dan serial tv tentang kehidupan remaja di Amerika yang menakjubkan. Pilihan kedua saya adalah Perancis, mungkin karena di Perancis tinggal tante saya dan saya ingin sekali melihat menara Eiffel. Pilihan ketiga saya adalah Jerman, bukan karena saya sudah belajar bahasa Jerman di sekolah, melainkan karena saya ingin menonton pertandingan sepakbola disana dan melihat Oliver Kahn serta Miroslav Klose bertanding. Yang ada dipikiran saya saat itu adalah, setahun ke depan saya akan jalan-jalan, rekreasi, liburan panjang layaknya turis. Mana saya tahu kalau ternyata pertukaran pelajar ini bukan hanya sekedar jalan-jalan.
Saya tidak jadi ke Amerika. Saya dapat ke Perancis.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire